Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Menjadi Jangkar, Bukan Sekadar Buih

Gambar
  Gambar dibuat oleh AI Penulis: IMMawan F (Kader IMM Unesa) Arus zaman bergerak begitu deras, seringkali keruh dan membingungkan. Di tengah pusaran ini, kita menyaksikan banyak hal yang mengapung di permukaan: gagasan-gagasan yang riuh, retorika yang memukau, dan citra diri yang dipoles dengan cemerlang. Mereka adalah buih-buih yang tampak besar dan menyita perhatian, namun begitu rapuh dan mudah lenyap diterpa angin. Namun, kepemimpinan sejati tidak dibangun di atas buih. Ia adalah jangkar yang kokoh, yang diturunkan dalam sunyi ke dasar yang paling dalam. Ia tidak terlihat, namun kekuatannya mampu menahan sebuah kapal besar di tengah badai. Ini adalah sebuah perenungan tentang tiga elemen yang menempa seorang pemimpin menjadi jangkar, bukan sekadar buih. Sebuah karakter utuh yang lahir dari akal yang jernih, hati yang mendengar, dan tangan yang bekerja. Akal yang Jernih: Berpikir Sebelum Berlayar Kepemimpinan yang dangkal lahir dari reaksi. Ia panik merespons setiap gelombang, m...

Filosofi Tanah Subur yang Tak Terlihat

Gambar
Gambar dari Pinterest Penulis: IMMawan F (kader IMM Unesa) Kita hidup di zaman yang begitu memuja panggung. Sebuah era di mana nilai seseorang seringkali diukur dari seberapa terang sorot lampu yang menimpanya, seberapa nyaring tepuk tangan yang menyambutnya, dan seberapa sering namanya disebut-sebut dalam perbincangan. Kita semua, secara sadar atau tidak, didorong untuk berlomba-lomba menjadi pohon yang paling tinggi, bunga yang paling mekar, atau buah yang paling ranum. Kita lupa, bahwa di balik setiap pohon yang menjulang gagah, setiap bunga yang merekah indah, dan setiap buah yang lezat, ada satu elemen yang bekerja dalam sunyi dan gelap, namun tanpanya semua kemegahan itu mustahil ada: tanah yang subur. Ini adalah sebuah perenungan. Sebuah ajakan untuk kita, terutama para kader yang bergerak dalam organisasi, untuk sejenak menunduk dan mengapresiasi, atau bahkan meneladani, filosofi tanah subur yang tak terlihat. Pesona Panggung dan Jebakan Pengakuan Tidak ada yang salah dengan ke...

Dakwah yang inklusif (Bagian 1)

Gambar
Gambar dibuat oleh AI Penulis: M. Ubaidillah Masrur (Alumni IMM Unesa) Mungkin sudah tiga tahun lamanya terakhir kali saya ikut pengajian atau menjalankan ibadah bersama teman teman difabel. Tepatnya ketika saya masih menjalankan program PLP (Pengenalan lingkungan Persekolahan). Bertepatan dengan maulid nabi, pihak sekolah mengadakan pengajian untuk anak didik, wali, serta guru SLB tersebut.  Disana saya merasakan rasa takjub terhadap ustad yang diundang untuk mengisi. Bagaimana tidak, karena saya tahu sendiri bagaimana susahnya memberikan ceramah dan pengajaran kepada teman-teman difabel terutama teman dengan hambatan kecerdasan dan autis. Akan tetapi ustadz tersebut mampu menguasai materi dan suasana pengajian. Hingga bisa dikatakan pengajian terasa menyenangkan dan sejuk tanpa ada iringan teriakan atau hal-hal random yang dilakukan oleh siswa. Mungkin karena jam terbang beliau yang konon katanya sudah sering diundang untuk mengisi di SLB tersebut atau mungkin juga karena usaha w...

Imam Syafi'i: "Dan Barang Siapa Menasihati di Depan Umum, maka Ia Telah Mencelanya."

Gambar
  Gambar dari Pinterest Penulis: M. Nadlil Pratama (Ketua Bidang RPK TKK Koorkom IMM Unesa) Imam Syafi'i, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, pernah menyampaikan pandangan tentang etika dalam memberi nasihat. Beliau menyatakan: "Barang siapa menasihati saudaramu secara rahasia, maka ia telah memberikan nasihat dan berbuat baik kepadanya. Dan barang siapa menasihati di depan umum, maka ia telah mencelanya." Pernyataan ini menggarisbawahi dua metode pemberian nasihat yang memiliki hasil dan tujuan berbeda. Nasihat Rahasia (Pribadi)  Pemberian nasihat secara rahasia atau empat mata mencerminkan tujuan yang konstruktif. Tindakan ini menjaga privasi dan kehormatan orang yang dinasihati. Dalam konteks ini, nasihat diterima sebagai bentuk kepedulian tulus dan upaya untuk memperbaiki, bukan untuk mempermalukan. Karena tidak ada tekanan sosial atau rasa malu, pesan nasihat cenderung lebih mudah diterima dan diimplementasikan oleh individu. Nasihat di Depan Umum  Sebaliknya, ...

Pramoedya Ananta Toer: Hidup Sungguh Sangat Sederhana, yang Hebat-Hebat hanya Tafsiranya

Gambar
Gambar dari Pinterest Penulis: M. Nadlil Pratama (Ketua Bidang RPK TKK Koorkom) Pramoedya Ananta Toer adalah seorang penulis yang tidak hanya menciptakan cerita, tetapi juga mendefinisikan realitas. Frasa ikoniknya, "Hidup sungguh sangat sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsiranya," bukanlah sekadar aforisme, melainkan sebuah pernyataan filosofis yang mengkritik bagaimana manusia, terutama melalui kekuasaan, menjauhkan diri dari esensi keberadaan. Dari sudut pandang novelnya, kalimat ini menjadi lebih dari sekadar perenungan; ia adalah sebuah perlawanan terhadap narasi berlebihan yang menutupi kebenaran sederhana. Dalam karya-karya Pramoedya, kita sering menemukan tokoh-tokoh yang dipaksa menghadapi kerumitan tafsir yang diciptakan oleh kekuatan di luar diri mereka. Kekuatan tersebut bernama kekuasaan, baik kolonial maupun pascakolonial, selalu mencoba mengendalikan tafsir tentang apa itu "hebat" dan apa itu "benar." Mereka mempolitisasi pendidikan, seja...