Setapak Hijau, Langit Biru dan Merah IMM

dokumentasi kegiatan

Penulis: IMMawan Dika Agus Irawan (anggota bidang kader PK IMM Ganesha)

Dari balik sawah hijau dan jalan berdebu di kampung halaman, aku memandang langit biru dengan penuh impian. Terlahir sebagai anak desa dengan latar orang tua yang tak berpendidikan formal, segala sesuatu bagiku terasa asing. Namun, justru dari sinilah cerita panjang bermula – dari kegigihan menuntut ilmu dengan bekal kepercayaan bahwa Allah tidak pernah menoleh pada latar belakang seorang hamba. Di bangku sekolah dasar dan SMA, aku menebar benih cita-cita dan bertemu lingkungan baru yang perlahan membimbing arah jalanku. Di bangku kelas itulah aku pertama kali mengenal sosok Muhammadiyah – bukan dari ayah ataupun ibuku, tetapi dari guru-guru dan teman-teman di sekolah yang mengajarkanku nilai kebajikan dan tekad perubahan.

Semangat menuntut ilmu mengantarkanku ke sudut-sudut perpustakaan dan ruang baca kota kecil. Di sanalah cinta pada pengetahuan tumbuh mekar, seiring berdirinya karakter yang kukenal sebagai warga Muhammadiyah. Organisasi ini bagiku tidak sekadar nama; ia menjadi inspirasi. Muhammadiyah hadir lewat kegiatan belajar mengajar dan diskusi keagamaan di sekolah. Kata-kata bijak pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, kerap terngiang di telingaku. Dahlan pernah mengingatkan bahwa “kasih sayang dan toleransi adalah kartu identitas orang Islam”, mengajarkanku untuk rendah hati dan terbuka kepada sesama. Perlahan, doktrin ‘agama yang bersih’ dan ‘amar makruf nahi mungkar’ yang diajarkan Muhammadiyah menancap kuat dalam sanubariku. Cintaku pada pendidikan terasa semakin bermakna saat aku melanjutkan studi ke perguruan tinggi; di situlah perjumpaanku dengan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dimulai.

Awal perantauanku ke Surabaya pada semester satu penuh dengan tantangan: jauh dari keluarga, perbedaan budaya, serta keterbatasan biaya. Di tengah ketidakpastian itu, aku mengingat sebuah nasihat Buya Hamka: “Tidak ada jalan menuju kesuksesan yang singkat, selalu ada proses dan kerja keras yang harus dilakukan.” Kalimat ini menjadi motivasi setiap langkahku. Di kampus UNESA, aku mencari tahu tentang keberadaan IMM. Alhamdulillah, akhirnya kutemukan jalan bergabung dengan barisan kader aktivis muda Muhammadiyah. Sejak bergabung, IMM perlahan menjadi rumah kedua bagiku – tempat dimana para sahabat sejati menyambut dengan tangan terbuka. Bagaikan oase di gurun masalah, organisasi ini selalu membuka pintu lebar untukku pulang. Setiap ada cobaan datang – entah kesulitan materi, rasa rindu rumah, atau kebingungan tujuan – kakak-kakak pembina di IMM siap membantu menyelesaikannya. Rasa syukur mengisi hati: IMM bukan hanya wadah berorganisasi, tapi keluarga nyaman yang terus mengasahku.

Di IMM aku belajar menjadikan ikrar organisasi sebagai nafas perjuangan. Ada dua kata kunci yang selalu kupegang: Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual. Maksudnya, kader Muhammadiyah diharapkan mengombinasikan hati dan akal secara seimbang.

Anggun dalam moral: Bermakna tidak pernah melakukan tindakan tercela atau merugikan orang lain. Seperti diuraikan pada media IMM, “Seorang yang anggun dalam moralnya tidak mungkin melakukan tindakan-tindakan tercela… Ia malu dengan segala perilaku yang menyalahi norma-norma sosial.” Nilai ini mengajarkanku integritas dan ketulusan dalam setiap langkah.

Unggul dalam intelektual: Berarti terus mengasah pengetahuan dan tetap menjadi “jembatan” suara masyarakat. Golongan intelektual adalah mereka yang setia berjuang menegakkan kebenaran dan menjaga idealisme. Dengan pengetahuan dan empati, aku diajak mendorong perubahan sosial di kampus.

Di atas landasan itu kami berlomba berbuat kebaikan. Semangat “fastabiqul khoirot” – berlomba dalam kebaikan – selalu kami jaga. Bahkan, Buya Hamka pernah mengingatkan: “Kita harus selalu berusaha untuk berbuat kebaikan, tanpa mengharapkan apapun sebagai imbalannya.” Kata-kata ini kerap kupetik sebagai motivasi. Bersama saudara-saudara IMM, aku berkomitmen menularkan semangat dakwah dan pengabdian kepada umat di kalangan mahasiswa. Hari demi hari kami jadikan pelajaran berharga, mendekatkan diri kepada Allah sambil membangun ilmu dan akhlak.

Aku berharap kisah ini bisa menginspirasi. Semoga IMM Unesa senantiasa menyiapkan generasi penerus yang progresif, sesuai ikrarnya “Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual”. Apabila terdapat kata yang kurang berkenan, mohon maaf sebesar-besarnya. Bilahifisabilhaq, fastabiqul khoirot. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url