"Islam itu Pembunuh!”: Islam Tak Sekaku dan seperti Teroris yang Dibayangkan
![]() |
gambar dari pinterest |
Oleh: IMMawati Ildagis Binarsia (Sekretaris Bidang Organisasi PK IMM Educare)
Sejatinya menghadap ke manapun, kita melihat kebesaran Allah yang membuat kita menyebut nama Nya. Bukan cuma di Ka’bah, tapi juga di gubuk-gubuk orang miskin, di rumah-rumah yatim, bahkan di Lembaga pemasyarakatan. Masjid bisa roboh, Ka’bah bisa sepi tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketataan dan kecintaan pada-Nya. — Husein Ja’far Al-Hadar, Tuhan Ada di Hatimu.
Islam tidak terlepas dari ajaran-ajaran tertibnya setiap saat, jika islam beratnya harus melaksanakan sholat lima waktu setiap hari, harus menjaga akhlak, menaati moral yang berlaku sesuai batas koridornya, atau membayar zakat setiap tahun yang sudah ditentukan, khusunya perempuan harus menjaga auratnya sesuai dengan anjurannya. Islam adalah agama yang penuh kasih, penuh percikan cinta serta kedamaian di hati dan tidak memaksa, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW., membantu yang kecil, membelai yang lemah, menghormati sesama serta merangkul tanpa memandang harta, tahta, ataupun rupa. Namun, sayang sekali pada kenyataannya banyak sekali fenomena yang terjadi seperti peledakan bom pada tempat-tempat ibadah milik agama lain mengatasnamakan berjuang di jalan Allah, membawa nama seorang muslim untuk menuju surga. Bagaimana bisa membunuh menjadikan manusia berjalan menuju surga? Padahal Allah telah menulis ayatnya, “Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan kebenaran. Padahal kalian menyadarinya.” Bagaimana bisa membunuh makhluk Tuhan merupakan jalan menuju surga? Pertanyaan itu kerap muncul.
Di zaman yang penuh huru-hara ini, menjadi penting bagi setiap muslim untuk mengambilkan citra Islam sebagai agama Rahmatan li ’alamin, islam yang hangat, penuh cinta, teduh, indah serta membawa kedaimaan dan tak menyesakkan dada.
“Islam itu pembunuh, agama penuh penumpasan darah. Jangan-jangan nanti aku dibunuh di dalam rumah ibadahku!”— Maka jawaban yang tepat untuk menyanggahnya ada di buku milik Husein Ja’far Al-Hadar berjudul Tuhan Ada di Hatimu. Sejak diangkat menjadi rasul pada umur 40 tahun hingga wafat umur 63 tahun, hidup Nabi Muhammad 23 tahun. Dari jumlah semasa hidup Nabi, yang digunakan perang hanya delapan puluh sekian hari. Selebihnya hidup Nabi digunakan untuk dua misi yaitu, menebar rahmat (cinta) dan menegakkan akhlak yang agung. Sangat ironis jika Islam dipandang agama teroris padahal yang salah bukan islamya namun hatinya, tidak dibenarkan akhlaknya namun tak disalahkan juga Islamnya. Padahal Islam bukan agama yang provokatif ataupun hal yang saklek.
“Katanya Islam, tapi kok akhlaknya kayak setan?” Bukan agama islam yang keliru namun, pribadi yang belum kembali sepenuhnya pada Tuhan ataupun belum mampu memahami secara utuh nilai-nilai yang Islam punya. Islam hadir bukan sekedar seperangkat aturan, melainkan sebagai pedoman yang memanusiakan manusia, membimbing akal, hati nurani, dan tindakan agar senantiasa berada pada koridor kebajikan serta kebenaran. Kita tahu bahwasanya fitrah manusia tidak terlepas dari amarah serta nafsu pada dirinya, dapat kehilangan kontrol maupun nafsu yang menyeruak. Tidak heran, benar saja jika makhluk Tuhan yang lain cemburu pada manusia karena Allah mempercayakan manusia untuk menduduki bumi, dianggap makhluk paling sempurna sebab manusia punya hati nurani serta akal sehatnya.
Oleh sebab itu, sejauh ini belum ada tausiah atau khutbah yang dilakukan oleh seekor kucing atau bahkan seekor anjing karena mereka tidak mampu mencerna isi ataupun kajian yang disampaikan, adanya hanya khutbah maupun pengajian yang diduduki manusia. Hal ini yang membedakan manusia dari makhluk Tuhan lainnya. Sebab itu Tuhan percaya pada manusia karena hakikat manusia adalah mampu berpikir dengan akal sehatnya. Pendeknya tidak ada manusia yang sepenuhnya baik dan sempurna, yang ada adalah manusia yang berproses, belajar, berikhtiar menjadi baik. Mereka bukannya buruk tapi belum menjadi baik, sejatinya tidak ada manusia baik adanya hanya manusia yang ingin belajar baik. Begitu kiranya Islam tak muluk-muluk maupun memaksa untuk menjadi sempurna, jika islam menuntut sempurna maka di dunia ini tak ada yang sempurna, tak ada yang islam juga. Islam tak mululu soal mendekatkan diri dengan Tuhan, juga hubungan baik dengan sesama manusianya. Demikian, Islam tidaklah memaksa, tidak pula mempersulit. Ajarannya membimbing manusia untuk mencapai fitrah kebaikannya dengan kelembutan, kasih sayang, dan kesempatan untuk selalu kembali. Sebab yang dikehendaki dalam Islam bukan kesempurnaan tanpa celah, melainkan kesanggupan dalam memperbaiki diri dan terus mendekat kepada Allah dengan penuh cinta dan kesadaran.
Komentar
Posting Komentar